Minggu, 09 April 2017

Tuhanlah PenolongKu

Tuhanlah PenolongKu

Yesaya 50:4-9a
4. Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.
5. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang.
6 Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.
7 Tetapi Tuhan ALLAH menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu.
8. Dia yang menyatakan aku benar telah dekat. Siapakah yang berani berbantah dengan aku? Marilah kita tampil bersama-sama! Siapakah lawanku berperkara? Biarlah ia mendekat kepadaku!
9 Sesungguhnya, Tuhan ALLAH menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah? 


I. Pendahuluan
   Suatu hari dua orang sabahat bertemu  Ibu Ani dan Ibu Budi, dan berbincang-bincang mengenai anak dan cucu mereka masing-masing. Mereka tertawa bahagia pada awalnya. Salah satu dari mereka bertanya kepada temannya " Jeng Ani, dari tadi kita ngobrolin cucu, saya mau nanya, berapa kali sih anak mu datang menjenguk mu, padahal kamu tinggal sendiri lho", Temannya kemudian menjawab"Gimana ya jeng, mereka kan pada sibuk, sekali sebulan aja sudah cukup lho jeng, sudah membuat aku bahagia koq",kata Ibu Budi, lalu Ibu Ani berkata,"Padahal anak kita kan satu kantor dan berdekatan lagi tinggalnya, bisa koq mereka setiap minggu datang menjenguku?, kabarnya mereka setiap minggu ke rumah mertuanya lho. Sontak Ibu Budi terdiam, merenungkan perkataan Ibu Ani, dan menjadi sedih.


  Ilustrasi diatas, menggambarkan bagaiaman sebuah kata / kalimat mampu merubah situasi. Diawalnya kelihatan baik, manis, lembut, penuh pujian dari yang menyampaikan, tetapi sangat beracun dan berbisa bagi yang mendengarkannya. Kita terkadang tidak menyadari bahwa perkataan kita bisa menjadi sandungan bagi orang lain. Baik menurut kita belum tentu baik bagi orang lain. Baik belum tentu benar, benar sudah tentu baik. Ada banyak orang menjadi takut untuk mengatakan sesuatu dengan benar dan jujur. Lebih mudah untuk berbasa-basi, berkata manis padahal apa yang dia lihat, atau apa yang dikatakan ataupun dilakukannya tidak benar dan berlawanan dengan Firman Allah, karena takut dibenci, dijauhi bila mengatakan yang sebenarnya apa kekurangan ataupun kesalahan orang. Memang untuk menyampaikan sebuah kebenaran perlu pertimbangan dan disinilah diperlukan sebuah kebijaksanaan.
 
II. Penjelasan
  Kita telah memperoleh anugerah dengan dilayakkan dan dipanggil oleh Tuhan Yesus untuk menjadi anak-anakNya, menjadi muridNya, melalui pengorbananNya dikayu salib agar kita selamat dari kuasa dosa.  Yang menjadi pertanyaan, apakah kita sudah mengimaniNya atau hanya sekedar percaya. Perkataan benar dan perbuatan benar sesuai Firman Allah adalah satu cara yang menunjukkan bahwa kita mengimani  Allah. Firman Allah melalui Nabi Yesaya pada  perikop ini, menunjukkan kita: 
    1. Cara Tuhan menolong anak-anakNya 
    2. Hambatan / tantangan yang dihadapi anak-anakNya 
    3. Karunia yang diterima anak-anakNya

1. Tuhan membimbing dan memperlengkapi hambaNya untuk berkata benar/berbuat benar dan kesetiaan  mendengar suaraNya  (Ayat 4-5)
    Ada pepatah “ Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna”. Peribahasa ini bermakna agar dalam berbicara dan bertindak hendaklah dipertimbangkan dengan baik agar tidak menjadi sandungan bagi diri sendiri dan orang lain dan membuat penyesalan dikemudian hari. Kita sepakat bahwa apa yang diucapkan atau  dikatakan atau diperbuat adalah hasil dari pemikiran dan gambaran perasaan atau hati kita. Allah memberi “lidah seorang murid” (ayat 4). Kata Lidah dan murid dipakai untuk penyampaian dan menyatakan maksud dan tujuan Allah. Ada banyak orang yang sudah mengenal Tuhan, tidak dapat menguasai lidahnya, sehingga menjadi sandungan bagi orang lain.  Apakah itu kata-kata yang sembarangan dan percakapan yang sembrono (Pkh. 5:1-5), bahkan berkata bukan untuk memberitakan kebenaran melainkan untuk menyenangkan pendengaran orang lain. Akibatnya yang ada hanyalah penyesatan, sandungan, pertengakaran.  Lidah atau perkataan seorang yang mengimani Yesus, dapat  dikendalikan sehingga bermanfaat. Alkitab menegaskan begitu pentingnya menjaga kata-kata  atau  lidah terhadap yang jahat dan ucapan-ucapan yang menipu (Mzm 34:14), harus dikekang (Yak 1:26) dan tidak bercabang (1 Tim 3:8). Ucapan yang benar hanya dapat diperoleh jika kita mendengarkan perkataan itu dengan baik. Demikian kita dapat melakukan panggilan kita dan berkata sesuai dengan Firman Allah jika kita setia mendengarkan suara Allah. Mendengar suara Allah melalui doa, persekutuan didalam keluarga, jemaat. Merenungkan Firman Allah dengan tekun membuat kita memahami suara Tuhan dan mengerti kehendakNya. Sebagaimana Allah setia mendengarkan setiap seruan dan doa kita, demikian juga kita setia mendengarkan suara Allah. Kesetiaan mendengar suara Allah membuat kita mampu berkata-kata dengan penuh kuasa sehingga dapat memberi semangat, membangun, penghiburan, pengharapan bagi orang lain. Lebih banyak mendengar dari pada berkata-kata.


2. Murid yang baik, setia dan tabah menghadapi tantangan (Ayat 6)
   Matius 5:11  “ Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.Ada banyak orang lebih suka mendengar kata manis tetapi tidak membangun dan berbisa, daripada mendengar sebuah kebenaran yang berlandaskan Firman Tuhan. Terlebih bila Firman itu telah menyentuh dan bersinggungan dengan kehidupan pribadinya bahkan mungkin menegur kelakuannya. Dalam hal ini  ‘Hamba Allah’ itu tidak merasa takut apalagi malu jika ia dijauhi, ditolak, dibuang sebab ia tahu bahwa Ia menyatakan kebenaran Allah dan menjadi tugas orang percaya untuk menyampaikannya (Matius 18:5). Walaupun demikian seorang hamba Allah harus mampu memberi pengampunan kepada orang yang membencinya, sebagaimana Kristus telah mengampuni kita.  
3. TuhanPenolong dan Hakim Yang adil bagi hambaNya yang setia (ay- 7-9)
   Yohanes 15:5  ”Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
Guru yang baik akan memberikan pertolongan dan bantuan kepada muridnya, apabila murid tersebut kesulitan didalam pelajarannya. Allah yang kita kenal lebih dari itu, Ia telah memanggil dan melayakkan kita untuk menjadi anakNya, membekali kita dengan “Lidah seorang murid” untuk berkata-kata kebenaran menurut FirmanNya dan menyampaikan apa yang menjadi kehendakNya. Ketika sang hamba mengalami kesulitan, Ia tidak berdiam diri, tetapi membimbing dan memberi jalan keluar. Karena tanpa Dia, kita tidak akan bisa berbuat apa-apa. Itu semua dapat diperoleh jika kita tinggal didalam Dia. Kesetiaan seorang murid menyampaikan kabar baik dan keselamatan, memberitakan kebenaran dan kebaikan Tuhan. melayakkan kita untuk memperoleh anugerah yaitu keteguhan hati, tidak akan mendapat malu oleh karena Allah adalah Penolong, Hakim yang adil yang menyatakan kita benar pada saatnya ketika semua orang membenci, mempersalahkan, menganiaya kita.


III. Refleksi
   Sungguh suatu karunia besar dalam kehidupan kita, ketika kita dipanggil, dilayakkan, ditebus oleh Kristus untuk menjadi pewaris tahtaNya. Kita dipanggilNya untuk menjadi muridNya, untuk meneruskan apa yang telah diFirmankanNya, apa yang telah dilakukanNya yaitu menyampaikan kabar baik tentang keselamatan dan sukacita bagi setiap orang. Tuhan menghendaki kita agar melalui perkataan kita, orang-orang terberkati dan sukacita oleh karena memberikan semangat baru yang menyala-nyala bagi yang lemah, pengaharapan kepada yang putus asa, penghiburan bagi yang berduka, bimbingan bagi yang mengalami keterpurukan. Hendaklah perkataan kita tidak menjadi sandungan bagi yang lain. Kita harus lebih banyak mendengar daripada berkata-kata dan terlatih selalu siap mendengar keluhan, permohonan, penuh pemahaman serta kepedulian kepada sesama.Menjadi hamba Allah menuntut kesetiaan kepada Allah. Kesetiaan berarti bersedia memberi diri diperbarui oleh Allah, dan berani  menghadapi tantangan dan penolakan oleh karena pemberitaan Kebenaran Firman Tuhan. Menjadikan kesulitan dan pergumulan sebagai kesempatan dan peluang dalam pembentukan pribadi yang memiliki kehidupan rohani yang teguh, setia, dan berpengharapan. Hamba yang setia dan sejati harus memberi dampak bagi orang lain.  

St. E. Marpaung-GKPI Segar Rejosari