Minggu, 26 Maret 2017

Allah Sumber Air Kehidupan

Allah Sumber Air Kehidupan

Keluaran 17:1-7

17:1 Kemudian berangkatlah segenap jemaah Israel dari padang gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah mereka di Rafidim, tetapi di sana tidak ada air untuk diminum bangsa itu.17:2 Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?"17:3 Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"17:4 Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya: "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!"17:5 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel; bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul sungai Nil dan pergilah.17:6 Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum." Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.17:7 Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?"

================================================================

I. Pendahuluan

Benarlah perkataan bahwa “Kehidupan ini ibarat roda pedati, berputar, terkadang diatas terkadang dibawah”. Suka dan duka selalu silih berganti, hari ini kita bisa menangis, esok hari bisa tertawa, saat ini hidup menderita, esok bisa saja hidup sejahtera. Persoalannya adalah bagaimana caranya untuk menyikapi setiap perubahan yang terjadi hidup baik duka maupun suka dan cara mengatasi setiap permasalahan.  Hal terberat adalah ketika harus merubah cara hidup. Sebagai contoh, ketika biasa hidup dalam kemewahan oleh karena suatu hal, misalnya bangkrut, tentu sangat berat dirasa bilah harus hidup didalam kesusahaan dan penderitaan. Manusia cendreung tidak siap untuk menerima perubahan didalam dirinya.  Ketika hal ini terjadi tidak jarang orang menjadi begitu tertekan, berbeban berat, stress bahkan kehilangan kewarasannya dan mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidup. Apalagi bila tidak memiliki kehidupan rohani yang baik. Kecendrungan untuk bertindak dan berbuat dosa semakin besar. Tidak jarang malah menyalahkan Tuhan oleh karena keadaan yang tidak baik itu bersungut -sungut. Menganggap Tuhan itu jahat, tidak adil. Terkadang kita hanya mengikuti apa yang menjadi keinginan daging, dan melupakan apa yang menjadi kebutuhan rohani kita. Kita lebih sering menganggap apa yang kita miliki ataupun kita peroleh hanya oleh karena kemampuan, kepandaian dan kekuatan kita, lupa bahwa jika tidak diberkati oleh Tuhan, itu semua tidak terjadi. Memang ada banyak orang yang memperoleh beragam kenikmatan dengan cara yang bertentangan dengan Allah. Bersekutu dengan iblis dan kuasa gelap yang penting memperoleh kekayaan didunia ini.

II. PenjelasanDalam perikop ini kita melihat bagaimana sikap dan perilaku Bangsa Israel setelah terbebas dari penindasan dan perbudakan di Mesir, dan apa yang menjadi perenungan didalam kehidupan kita  .

1. Pertengkaran dan sungut sungut ini adalah bentuk perlawanan kepada Allah.

Oleh karena kebutuhan lahiriah saja, yaitu kehausan karena tidak ada air, mereka bersungut sungut dan marah kepada Allah, dengan kata lain tindakan itu merupakan tindakan mencobai Allah dan ketidak percayaan atau meragukan akan kuasa Allah. Tanpa mengingat berbagai kebaikan dan perbuatan ajaib yang Tuhan lakukan kepada Bangsa Israel, dengan mudahnya mereka mempersalahkan Musa yang nota bene adalah orang yang dipilih Tuhan sebagai pembebas dan pemimpin mereka. Mereka melupakan bagaimana Tuhan memenuhi kebutuhan jasmani mereka melalui makanan (manna dan burung puyuh), perlindungan dari panas dan kegelapan (Tiang awan dan tiang api), bahkan mereka melihat sendiri bagaimana Allah membelah Laut Merah agar mereka bisa melintasinya.  Mereka lebih memilih hidup dibawah kuasa penindas selama 400 tahun dari pada harus bersusah payah dipadang gurun selama 40 tahun.Paulus menuliskan di Kitab I Korintus  10 :9-10 “Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular. Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut”.
Ada hukuman bagi yang mencobai Allah.

2. Melupakan rencana dan visi Allah

Bangsa Israel lupa akan rencana dan visi Allah bagi bangsa itu. Allah telah berjanji kepada Bapa leluhur mereka, Abraham, Ishak, Yakub yakni Allah akan memberikan Tanah Kanaan yang berlimpah dengan susu dan madu. Oleh hanya karena kebutuhan sesaat semua yang rencana Allah mereka lupakan. Semuanya butuh proses.Dalam hidup saat ini pun hal tersebut ataupun sikap seperti itu sering dijumpai, bahkan mungkin pernah kita lakukan atau alami sendiri.  Ayub, Ruth, Stefanus, Paulus, dan masih banyak tokoh Alkitab yang mengalami berbagai kesulitan, kedukaan, pergumulan tetapi oleh karena memahami arti panggilan mereka dan memahami visi Allah didalam kehidupannya mereka menjadi pemenang tidak tunduk kepada keadaan, tidak bersungut-sungut dan berprinsip bahwa semua kesulitan yang dihadapi oleh mereka merupakan jalan terbaik untuk menguji iman dan keyakinannya kepada Allah. Kita pun demikian, jangan pernah mau dikalahkan oleh keadaan yang menyulitkan ataupun mendukakan, tetapi harus menyadari itu sebagai bentuk kasih Allah agar kita menjadi pribadi yang tahan uji.Emas yang baik harus dimurnikan dengan cara dibakar, dilebur dengan bahan kimia dan berbagai macam proses hanay untuk mendapatkan kualitas yang baik. Iman yang benar harus diuji didalam pelbagai macam kesulitan, pergumulan, tetapi sesuai dengan janjiNya, bahwa Ia tidak akan meninggalkan kita bahkan membantu kita untuk menyelesaikannya agar kita menjadi pemenang. Sama seperti bangsa Israel dalam perjalanan di gurun diperlengkapi dengan kebutuhan jasmani dan perlindungan dari panas terik maupun kegelapan. Kita pun demikian, untuk itu kita harus memahami visi Allah didalam kehidupan kita. I Korintus  10:13 Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.


3. Tidak mementingkan kehidupan rohani

Kehausan mereka adalah gambaran keinginan dan kebutuhan jasmani. Kita cenderung lebih mementingkan keinginan jasmani dari pada kehidupan rohani dengan berusaha untuk mengejar kejayaan, kemakmuran, kekayaan, kekuasaan. Kita memakai standar keinginan kita bukan standar keinginan Tuhan. Dengan mementingkan kebutuhan jasmani, bisa jadi kita menjadi lupa untuk intim dengan Tuhan melalui doa dan persekutuan, bahkan tidak memiliki waktu untuk datang ke Gereja ataupun kebaktian keluarga.  Yang lebih menyakitkan ketika hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Akibatnya memunculkan rasa kecewa dan kembali bersungut-sungut. Saat apa yang diimpikan / diharapkan tidak sesuai kenyataan, dengan mudahnya berkata bahwa Tuhan tidak adil, tetapi lupa akan kebaikan Tuhan didalam kehidupan kita,  yang pada akhirnya membuat kita menjadi ragu dengan iman kita sendiri, dan semakin memudahkan kita jatuh kedalam pencobaan.Rasul Yakobus menuliskan di Yakobus 1:13- 14 . Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.
Kalau kita mau jujur, mari kita berhitung, saat ini berapa umur kita, manakah yang lebih banyak yang kita terima berkat Tuhan, atau pergumulan. Bukankah seharusnya ini membuat kita kagum?Bukankah kehidupan rohani jauh lebih berharga daripada sekedar air yang dapat membuat orang haus kembali dan hanya memenuhi kebutuhan jasmani?. Darah Yesus yang tercurah adalah curahan air kehidupan dan mengalir didalam setiap orang yang percaya yang telah menerima Ia sebagai Tuhan dan Juruslamatnya melalui Baptisan dan Perjamuan Kudus. Ia adalah sumber air kehidupan kekal. Tuhan Yesus berkata "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Joh 4:13-14).

4. Sikap pemimpin

Musa, diutus Allah untuk menjadi pemimpin Bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Ia ditujuk Allah untuk membebaskan mereka dari perbudakan. Suatu sikap yang agung dari diri Musa, ditengah-tengah berbagai macam ejekan, sungut-sungut, sikap emosional bangsa itu, Musa masih mampu berdiri dan menunjukkan kapasitas yang luar biasa sebagai pemimpin. Segala persoalan yang dihadapinya dalam memimpin sepenuhnya diserahkan kepada Allah, bukan mengadalkan kekuatannya sendiri. Pemimpin yang baik mau mendengar keluhan dari orang yang dipimpinnya, dan dalam bertugas mau dipimpin oleh Allah.            Yesus Kristus adalah pemimpin sejati. Ia membebabaskan kita dari perbudakan dosa, Ia menyerahkan diriNya bahkan mati dikayu salib supaya manusia bebas dari  dosa dan menjadi layak dan diperdamaikan dengan Allah. Itu semua adalah anugerah.Orang percaya dilahirkan sebagai pemimpin, minimal pemimpin untuk dirinya sendiri dan keluarga. Bayangkan apabila kita tidak mampu memimpin diri kita sendiri, apa yang akan terjadi. Apakah kita mau meyerahkan seluruh pergumulan dan keadaan kita kepada Yesus? Apakah kita mau dipimpin dan mengalami pembaruan setiap hari oleh Allah?.

III. Refleksi

Dari uraian yang telah disebutkan, kita dapat melihat intisari dan makna perikop diatas tentang perjalanan dan sikap Bangsa Israel:

1. Yang dibutukan adalah Kerendahan hati dan Merendahkan diri dihadapan Allah            Allah berkuasa atas kehidupan kita. Harus kita sadari dan pahami, bahwa kesulitan, pergumulan, pencobaan bukanlah dari Allah, tetapi Allah mengizinkan itu terjadi agar kita menjadi pribadi yang tahan uji. Iman yang teguh melahirkan pengharapan yang teguh. Didalam pengharapan ada kerendahan hati, ada sikap merendahkan diri. Ini adalah cara atau jalan agar kita dapat memahami dan mengerti Visi dan Rencana Tuhan dalam kehidupan kita.Rencana dan rancangan Tuhan dalam kehidupan kita adalah rancangan sukacita bukan kecelakaan (Yer 29:11), walaupun didera berbagai ragam persoalan Ia tidak akan meninggalkan kita tetapi memberi kekuatan kepada kita (bnd. Fil 4:13) dan  kesulitan yang kita alami tidak melebihi kekuatan kita (1 Kor 10:13). Kita hanya perlu berserah kepadaNya.

2. Membuka hati untuk pengajaran, pemulihan  dan pembaruan rohani            

Memahami Visi dan Rencana Allah dalam kehidupan kita hanya dapat diperoleh dengan membuka hati dan mengizinkan Allah berkarya melalui Roh Kudus didalam kehidupan kita, agar kita memperoleh pengajaran, pemulihan dan pembaruan rohani. Seperti mata air yang tidak pernah kering, demikian Kasih Allah memancar dari hati kita, dan setiap orang disekililing kita merasakan kesejukan oleh karena pancaran dan siraman air kehidupan dan kasih yang ada dan mengalir didalam diri kita. Bukalah hati.

3. Penguasaan Diri

Manis ataupun pahit keadaan yang kita alami, Allah menginginkan kita untuk menguasi diri. Penguasaan diri adalah salah satu buah dari keimanan kita. Menjaga sikap dengan saling menghargai satu sama lain. Perkataan, perbuatan dan sikap didasari oleh kasih yang mencerminkan aliran air kehidupan. Hendaklah perbuatan, tindakan, perkataan kita mampu membangun jiwa kita dan orang lain bukan menjadi sandungan. Jadilah pemimpin yang baik untuk diri, keluarga, jemaat dan lingkungan, agar Kasih Allah menjadi nyata.  

St. E Marpaung.