Allah Sumber Air Kehidupan
Allah
Sumber Air Kehidupan
Keluaran
17:1-7
17:1 Kemudian berangkatlah segenap
jemaah Israel dari padang gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke
tempat persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah mereka di
Rafidim, tetapi di sana tidak ada air untuk diminum bangsa itu.17:2 Jadi mulailah mereka itu
bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya
kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah
kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?"17:3 Hauslah bangsa itu akan air di
sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa
pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak
kami dan ternak kami dengan kehausan?"17:4 Lalu berseru-serulah Musa kepada
TUHAN, katanya: "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar
lagi mereka akan melempari aku dengan batu!"17:5 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa:
"Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah beserta engkau beberapa orang
dari antara para tua-tua Israel; bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang
kaupakai memukul sungai Nil dan pergilah.17:6 Maka Aku akan berdiri di sana di
depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan
dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum."
Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.17:7 Dinamailah tempat itu Masa dan
Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah
mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau
tidak?"
================================================================
I.
Pendahuluan
Benarlah
perkataan bahwa “Kehidupan ini ibarat roda pedati, berputar, terkadang diatas terkadang
dibawah”. Suka dan duka selalu silih berganti, hari ini kita bisa
menangis, esok hari bisa tertawa, saat ini hidup menderita, esok bisa saja
hidup sejahtera. Persoalannya adalah bagaimana caranya untuk menyikapi setiap
perubahan yang terjadi hidup baik duka maupun suka dan cara mengatasi setiap
permasalahan. Hal terberat adalah ketika
harus merubah cara hidup. Sebagai contoh, ketika biasa hidup dalam kemewahan
oleh karena suatu hal, misalnya bangkrut, tentu sangat berat dirasa bilah harus
hidup didalam kesusahaan dan penderitaan. Manusia cendreung tidak siap untuk
menerima perubahan didalam dirinya. Ketika
hal ini terjadi tidak jarang orang menjadi begitu tertekan, berbeban berat,
stress bahkan kehilangan kewarasannya dan mengambil jalan pintas dengan
mengakhiri hidup. Apalagi bila tidak memiliki kehidupan rohani yang baik.
Kecendrungan untuk bertindak dan berbuat dosa semakin besar. Tidak jarang malah
menyalahkan Tuhan oleh karena keadaan yang tidak baik itu bersungut -sungut.
Menganggap Tuhan itu jahat, tidak adil. Terkadang kita hanya mengikuti apa yang
menjadi keinginan daging, dan melupakan apa yang menjadi kebutuhan rohani kita.
Kita lebih sering menganggap apa yang kita miliki ataupun kita peroleh hanya
oleh karena kemampuan, kepandaian dan kekuatan kita, lupa bahwa jika tidak
diberkati oleh Tuhan, itu semua tidak terjadi. Memang ada banyak orang yang
memperoleh beragam kenikmatan dengan cara yang bertentangan dengan Allah.
Bersekutu dengan iblis dan kuasa gelap yang penting memperoleh kekayaan didunia
ini.
II. PenjelasanDalam
perikop ini kita melihat bagaimana sikap dan perilaku Bangsa Israel setelah
terbebas dari penindasan dan perbudakan di Mesir, dan apa yang menjadi
perenungan didalam kehidupan kita .
1. Pertengkaran dan
sungut sungut ini adalah bentuk perlawanan kepada Allah.
Oleh
karena kebutuhan lahiriah saja, yaitu kehausan karena tidak ada air, mereka
bersungut sungut dan marah kepada Allah, dengan kata lain tindakan itu merupakan
tindakan mencobai Allah dan ketidak percayaan atau meragukan akan kuasa Allah. Tanpa mengingat berbagai kebaikan
dan perbuatan ajaib yang Tuhan lakukan kepada Bangsa Israel, dengan mudahnya
mereka mempersalahkan Musa yang nota bene adalah orang yang dipilih Tuhan
sebagai pembebas dan pemimpin mereka. Mereka melupakan bagaimana Tuhan memenuhi
kebutuhan jasmani mereka melalui makanan (manna dan burung puyuh), perlindungan
dari panas dan kegelapan (Tiang awan dan tiang api), bahkan mereka melihat
sendiri bagaimana Allah membelah Laut Merah agar mereka bisa melintasinya. Mereka lebih memilih hidup dibawah kuasa penindas
selama 400 tahun dari pada harus bersusah payah dipadang gurun selama 40 tahun.Paulus
menuliskan di Kitab I Korintus 10 :9-10 “Dan janganlah kita mencobai Tuhan,
seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati
dipagut ular. Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh
beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut”.
Ada
hukuman bagi yang mencobai Allah.
2. Melupakan rencana
dan visi Allah
Bangsa
Israel lupa akan rencana dan visi Allah bagi bangsa itu. Allah telah berjanji
kepada Bapa leluhur mereka, Abraham, Ishak, Yakub yakni Allah akan memberikan
Tanah Kanaan yang berlimpah dengan susu dan madu. Oleh hanya karena kebutuhan
sesaat semua yang rencana Allah mereka lupakan. Semuanya butuh proses.Dalam
hidup saat ini pun hal tersebut ataupun sikap seperti itu sering dijumpai,
bahkan mungkin pernah kita lakukan atau alami sendiri. Ayub, Ruth, Stefanus, Paulus, dan masih banyak
tokoh Alkitab yang mengalami berbagai kesulitan, kedukaan, pergumulan tetapi
oleh karena memahami arti panggilan mereka dan memahami visi Allah didalam
kehidupannya mereka menjadi pemenang tidak tunduk kepada keadaan, tidak
bersungut-sungut dan berprinsip bahwa semua kesulitan yang dihadapi oleh mereka
merupakan jalan terbaik untuk menguji iman dan keyakinannya kepada Allah. Kita
pun demikian, jangan pernah mau dikalahkan oleh keadaan yang menyulitkan
ataupun mendukakan, tetapi harus menyadari itu sebagai bentuk kasih Allah agar
kita menjadi pribadi yang tahan uji.Emas yang baik harus
dimurnikan dengan cara dibakar, dilebur dengan bahan kimia dan berbagai macam
proses hanay untuk mendapatkan kualitas yang baik. Iman yang benar harus diuji
didalam pelbagai macam kesulitan, pergumulan, tetapi sesuai dengan janjiNya,
bahwa Ia tidak akan meninggalkan kita bahkan membantu kita untuk
menyelesaikannya agar kita menjadi pemenang. Sama seperti bangsa Israel dalam
perjalanan di gurun diperlengkapi dengan kebutuhan jasmani dan perlindungan
dari panas terik maupun kegelapan. Kita pun demikian, untuk itu kita harus
memahami visi Allah didalam kehidupan kita. I
Korintus 10:13 Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah
setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui
kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar,
sehingga kamu dapat menanggungnya.
3. Tidak mementingkan
kehidupan rohani
Kehausan mereka adalah gambaran keinginan dan
kebutuhan jasmani. Kita cenderung lebih mementingkan keinginan jasmani dari
pada kehidupan rohani dengan berusaha untuk mengejar kejayaan, kemakmuran,
kekayaan, kekuasaan. Kita memakai standar keinginan kita bukan standar
keinginan Tuhan. Dengan mementingkan kebutuhan jasmani, bisa jadi kita menjadi
lupa untuk intim dengan Tuhan melalui doa dan persekutuan, bahkan tidak
memiliki waktu untuk datang ke Gereja ataupun kebaktian keluarga. Yang lebih menyakitkan ketika hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Akibatnya memunculkan rasa
kecewa dan kembali bersungut-sungut. Saat apa yang diimpikan / diharapkan tidak
sesuai kenyataan, dengan mudahnya berkata bahwa Tuhan tidak adil, tetapi lupa
akan kebaikan Tuhan didalam kehidupan kita,
yang pada akhirnya membuat kita menjadi ragu dengan iman kita sendiri, dan
semakin memudahkan kita jatuh kedalam pencobaan.Rasul
Yakobus menuliskan di Yakobus 1:13- 14 . Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini
datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan
Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh
keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.
Kalau
kita mau jujur, mari kita berhitung, saat ini berapa umur kita, manakah yang
lebih banyak yang kita terima berkat Tuhan, atau pergumulan. Bukankah
seharusnya ini membuat kita kagum?Bukankah kehidupan rohani jauh lebih
berharga daripada sekedar air yang dapat membuat orang haus kembali dan hanya
memenuhi kebutuhan jasmani?. Darah Yesus yang tercurah adalah curahan air
kehidupan dan mengalir didalam setiap orang yang percaya yang telah menerima Ia
sebagai Tuhan dan Juruslamatnya melalui Baptisan dan Perjamuan Kudus. Ia adalah
sumber air kehidupan kekal. Tuhan
Yesus berkata "Barangsiapa minum air ini, ia
akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia
tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan
kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar
sampai kepada hidup yang kekal." (Joh 4:13-14).
4. Sikap pemimpin
Musa,
diutus Allah untuk menjadi pemimpin Bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Ia
ditujuk Allah untuk membebaskan mereka dari perbudakan. Suatu sikap yang agung
dari diri Musa, ditengah-tengah berbagai macam ejekan, sungut-sungut, sikap
emosional bangsa itu, Musa masih mampu berdiri dan menunjukkan kapasitas yang
luar biasa sebagai pemimpin. Segala persoalan yang dihadapinya dalam memimpin
sepenuhnya diserahkan kepada Allah, bukan mengadalkan kekuatannya sendiri.
Pemimpin yang baik mau mendengar keluhan dari orang yang dipimpinnya, dan dalam
bertugas mau dipimpin oleh Allah. Yesus Kristus adalah pemimpin
sejati. Ia membebabaskan kita dari perbudakan dosa, Ia menyerahkan diriNya
bahkan mati dikayu salib supaya manusia bebas dari dosa dan menjadi layak dan diperdamaikan
dengan Allah. Itu semua adalah anugerah.Orang
percaya dilahirkan sebagai pemimpin, minimal pemimpin untuk dirinya sendiri dan
keluarga. Bayangkan apabila kita tidak mampu memimpin diri kita sendiri, apa
yang akan terjadi. Apakah kita mau meyerahkan seluruh pergumulan dan keadaan
kita kepada Yesus? Apakah kita mau dipimpin dan mengalami pembaruan setiap hari
oleh Allah?.
III. Refleksi
Dari
uraian yang telah disebutkan, kita dapat melihat intisari dan makna perikop
diatas tentang perjalanan dan sikap Bangsa Israel:
1. Yang dibutukan
adalah Kerendahan hati dan Merendahkan diri dihadapan Allah Allah berkuasa atas kehidupan kita.
Harus kita sadari dan pahami, bahwa kesulitan, pergumulan, pencobaan bukanlah
dari Allah, tetapi Allah mengizinkan itu terjadi agar kita menjadi pribadi yang
tahan uji. Iman yang teguh melahirkan pengharapan yang teguh. Didalam
pengharapan ada kerendahan hati, ada sikap merendahkan diri. Ini adalah cara
atau jalan agar kita dapat memahami dan mengerti Visi dan Rencana Tuhan dalam
kehidupan kita.Rencana
dan rancangan Tuhan dalam kehidupan kita adalah rancangan sukacita bukan
kecelakaan (Yer 29:11), walaupun didera berbagai ragam persoalan Ia tidak akan
meninggalkan kita tetapi memberi kekuatan kepada kita (bnd. Fil 4:13) dan kesulitan
yang kita alami tidak melebihi kekuatan kita (1 Kor 10:13). Kita hanya perlu
berserah kepadaNya.
2. Membuka hati untuk
pengajaran, pemulihan dan pembaruan
rohani
Memahami Visi dan Rencana Allah
dalam kehidupan kita hanya dapat diperoleh dengan membuka hati dan mengizinkan
Allah berkarya melalui Roh Kudus didalam kehidupan kita, agar kita memperoleh
pengajaran, pemulihan dan pembaruan rohani. Seperti mata air yang tidak pernah
kering, demikian Kasih Allah memancar dari hati kita, dan setiap orang
disekililing kita merasakan kesejukan oleh karena pancaran dan siraman air
kehidupan dan kasih yang ada dan mengalir didalam diri kita. Bukalah hati.
3. Penguasaan Diri
Manis
ataupun pahit keadaan yang kita alami, Allah menginginkan kita untuk menguasi
diri. Penguasaan diri adalah salah satu
buah dari keimanan kita. Menjaga sikap dengan saling menghargai satu sama lain.
Perkataan, perbuatan dan sikap didasari oleh kasih yang mencerminkan aliran air
kehidupan. Hendaklah perbuatan, tindakan, perkataan kita mampu membangun jiwa
kita dan orang lain bukan menjadi sandungan. Jadilah pemimpin yang baik untuk
diri, keluarga, jemaat dan lingkungan, agar Kasih Allah menjadi nyata.
St.
E Marpaung.