NAS
: Yesaya 1:10-18
Pendahuluan
Ada
sebuah ungkapan “ Kebiasaan itu belum
tentu baik, tetapi biasakanlah untuk berbuat kebaikan”. Mengapa? Terkadang
hal-hal yang kita lakukan dan telah menjadi kebiasaan kita belum tentu
mendatangkan kebaikan bagi diri maupun orang lain, tetapi apabila kita
membiasakan diri untuk berbuat kebaikan kepada diri dan sesama tentunya kita
akan merasakan manfaatnya. Demikian juga dengan ibadah kita. Terkadang dalam
ibadah, kita merasakan jika ibadah kita itu sudah benar dan menyenangkan Tuhan,
kita rajin memberi segala macam bentuk persembahan, kita berdoa siang dan
malam, tetapi kita tidak juga merasakan suka cita dan damai didalam hidup kita.
Ada apa? Apa yang salah dengan ibadah kita? Dan berbagai macam pertanyaan yang
muncul didalam pikiran dan hati kita.
Firman
Tuhan didalam Yesaya 1: 10-18 ini, secara gamblang ingin mengoreksi cara kita
beribadah. Apa yang kita anggap benar dan baik, ternyata tidak bagi Tuhan. Bangsa Jehuda yang kelihatan sangat taat
beribadah, tidak melupakan aturan peribadatan, memberikan korban bakaran dan
persembahan, melaksanakan hari raya keagamaan dan Hari Sabat, tetapi semuanya
menjijikkan bagi Tuhan, oleh karena mereka dalam kehidupannya masih melakukan
segala dosa dan kejahatan. Mulai dari pemimpin dan rakyatnya, sehingga Bangsa
Israel diibaratkan seperti Sodom dan Gomora. Ibadah, hari Raya keagamaan, Sabat
hanya sebagai sebuah kebiasaan belaka, tanpa menghidupi dan memaknai ibadah itu
sendiri sebagai bagian dari pujian dan penyembahan, pengucapan syukur dan tanda
keimanan kepada Tuhan. Hal inilah yang membangkitkan amarah dan murka Tuhan
bagi bangsa itu dan akan menjatuhkan hukuman kepada mereka apabila mereka tidak
juga mau bertobat.
Penjelasan nas
Jika
kita membaca dari ayat 2 secara singkat berisi mengenai ratapan mengenai
kekerasan hati Yehuda dan panggilan untuk bertobat (Yes 1:2-20). Para pemimipin atau raja yang diangkat dan
diurapi disamping memiliki tugas untuk memimpin negeri, juga adalah pemimpin
dalam hal ibadah kepad Tuhan. Akan tetapi seringkali mereka melupakan tanggung
jawab ini dan menyalahgunakan kekuasaannya untuk kesenangan pribadinya. Dan
disinilah peran Nabi Yesaya sebagai Juru Bicara Allah, mengecam, mengingatkan
agar Para Raja tidak melupakan tugas dan tanggung jawabnya dalam peribadatan
dan melakukan apa yang dikehendaki Allah.
Dalam
hal ini Yesaya ingin menunjukkan kepada mereka bahwa betapa salahnya mereka
beranggapan TUHAN akan berkenan dengan ibadah-ibadah mereka yang resmi
sementara mereka melupakan sesamanya manusia (Yes. 1:10-17).
Oleh
karena kedegilan dan kekerasan hati bangsa itu, yang tidak mau mengikuti
perintah Tuhan membuat Tuhan murka dan tidak berkenan kepada seluruh Ibadah
yang mereka lakukan.
Apa
yang mau ditunjukkan oleh Allah melalui HambanNya Nabi Yesaya?
1. Tuhan menolak Korban Persembahan Dan Ibadah Bangsa Itu (ayat 11-15)
Persembahan
mereka ditolak, walaupun itu adalah yang terbaik. semuanya sia-sia, tidak
berarti, tidak berharga di hadapan Tuhan. Mungkin di hadapan manusia,
persembahan mereka sangat dihargai, tetapi di hadapan Tuhan semua sia-sia.
Mungkin mereka mau menyogok Tuhan dengan persembahan ini. Tetapi Tuhan
bukan seseorang yang bisa disogok! Orang sering beranggapan bahwa Tuhan selalu
mau menerima orang yang berdoa, berbakti / beribadah kepadaNya. Tetapi
dalam bacaan ini kita melihat bahwa itu salah. Tuhan ternyata menolak
ibadah dan persembahan dari orang-orang
Yehuda. Mengapa? Mereka tidak mendengarkan suara Tuhan dan setia pada
kejahatannya, itulah sebabnya disebutkan Pemimipin mereka sebagai Manusia
Sodom, Umatnya sebagai Manusia Gomora.
Yang utama adalah mendengarkan Tuhan dan mengikuti apa yang diperintahkan
olehNya (Baca 1 Samuel 15:22). Persembahan dan ibadah yang sejati adalah
penyerahan diri kedalam Kuasa Allah sebagai persembahan yang hidup dan sejati (Baca Roma 12:1).
2. Tuhan menolak permohonan / doa mereka.
Mereka
mendekat kepada Tuhan, belajar Firman Tuhan, Mereka berpuasa, dan ini
kelihatannya dilakukan sambil berdoa, tetapi Tuhan tak mempedulikan mereka.
Oleh Karena perilaku dan tindakan mereka serta perayaan mereka penuh dengan
kejahatan kepada sesama (ayat 13, 15)
Penolakan
Tuhan atas Ibadah, perayaan dan Doa bangsa itu semuanya karena Dosa yang mereka
lakukan. Kita menyadari bahwa dosalah yang menjadi penghalang dan memisahkan
kita dari Tuhan. Tetapi Allah juga rindu kepada kita jika kita mau menyerahkan
diri kita dan mengaku dihadapanNya semua dosa yang kita lakukan. Itulah mengapa
Allah menginginkan adanya pertobatan umatNya. Jika kita bertobat maka Tuhan mau
mengampuni Dosa kita. Ayat 16 – 18 memberikan kepada kita bahwa Allah membuka
hatiNya bagi pertobatan kita.
Apa yang
dikendaki Allah? Serta apakah upahnya?
1. Pertobatan
membuat kita berhenti dan meninggalkan Dosa (ayat 16).
Mengaku
dosa, mendengarkan suara Tuhan, mematuhi hukumNya menjadikan kita takut akan
Dia.
2.Pertobatan
membuahkan hasil perbuatan baik.
Kita harus
belajar untuk berbuat baik. Ini diperlukan untuk melengkapi pertobatan.
Tidak cukup bahwa kita berhenti melakukan kejahatan, tetapi kita harus belajar
untuk berbuat baik.
3. Ada janji
pengampunan (ay 18).
Tak peduli
sebesar dan seperti apa dosa kita (merah seperti kirmizi / kain
kesumba), akan menjadi putih seperti salju / bulu domba. Ini
menandakan bahwa selalu ada pengampunan bagi setiap manusia yang mau bertobat.
Dosa
kita akan diampuni, jika kita bertobat sungguh-sungguh FirmaNya, "Aku, Akulah Dia
yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak
mengingat-ingat dosamu." (Yesaya 43:25). Buah Pertobatan harus nyata didalam
kehidupan kita, melalui perkataan, sikap tingkah laku. Firman Allah , "Ingatkanlah
Aku, marilah kita berperkara, kemukakanlah segala sesuatu, supaya engkau nyata
benar!" (Yesaya
43:26)
Refleksi
Jika demikian apakah yang
dapat kita lakukan agar ibadah kita menjadi berkenan kepada Allah?
1. Pertobatan yang sungguh-sungguh dengan perubahan sikap dan berupaya berbuat
kebaikan kepada sesama
2. Jadikan ibadah sebagai kebutuhan bukan kebiasaan
3. Persembahkanlah yang terbaik hanya bagi Allah dengan penuh ucapan syukur
dan berasal dari hati yang tulus dan penuh kejujuran
St. E.
Marpaung-GKPI Segar Rejosari