Rabu, 17 April 2019

Hidup Setia Hanya Kepada Kristus

 

Rabu, 17 April 2019

Markus 14:43-54

Hidup Setia Hanya Kepada Kristus /

Ngolu namarhasatiaan Tu Jesus Kristus

 

I. PATUJOLO

Kesetiaan atau loyalitas sangat penting dalam sebuah komunitas, baik ditengah keluarga, pekerjaan, pergaulan dan persahabatan. Jika kehidupan dunia saja sangat memnetingkan kesetiaan ataupun loyalitas, terlebih lagi Iman percaya. Iman kita kepada Kristus adalah anugerah dari Krsitus sendiri yang bekerja didalam diri kita melalui Roh Kudus. Sebagaimana Kristus setia didalam panggilanNya menjadi Penebus dosa, sebagi pengikutNya kita juga dituntut untuk setia.

Kesetiaan mudah untuk diucapkan, namun sangat sulit ketika dilakukan. Ada banyak contoh dalam hidup kita yang bisa kita lihat. Para politikus yang dengan mudah pindah partai, karyawan yang mudah pindah pekerjaan. Sebab ada harga dan konsekuensi yang harus ditanggung untuk sebuah kesetiaan. Kesetiaan adalah ukuran dari kekuatan menahan dari berbagai macam godaan. –Ilustrasi seorang istri yang menguji kesetiaan suami---

Loyalitas atau kesetian membutuhkan keberanian dalam bersikap tidak mudah terombang-ambing, kekuatan dan keteguhan hati, keiklasan dalam berbuat, kejujuran dalam tindakan dan tentunya  keyakinan terhadap siapa kita setia. Apa ukuran sebuah kesetiaan?, Rantai diuji kekuatannya dititk terlemahnya. Emas diuji dengan cara dibakar, Iman diuji ketika mengalami pergumulan dan pencobaan.

 

II. HATORANGAN

Dalam Perikop malam ini, dipassion yang ke 3, kita melihat bagaimana murid Tuhan Yesus sedang diuji kesetiaan dan imanNya kepada Kristus. Mereka yang sekian lama mendapat pengajaran dan tuntunan dari Tuhan dan selalu dalam sukacita, banyak mujizat yang telah mereka saksikan. Tibalah saatnya ketika Kristus menggenapi tugas dan panggilanNya untuk menjadi korban penghapus dosa dan pendamaian dengan Allah melalui peristiwa penyaliban, saat inilah juga Tuhan Yesus ingin menyaksikan dan melihat seberapa besar iman para murid, apakah mereka bertahan dalam masa-masa sulit ketika mereka menyaksikan sendiri Kristus ditangkap, diadili, disiksa dan disalibkan.

Sebelum Tuhan Yesus ditangkap ditaman Getsemani Bukit Zaitun, Ia telah mengingatkan mereka untuk berdoa dan berjaga-jaga agar tidak jatuh kedalam pencobaan, sebab roh memang penurut tetapi daging lemah. Jauh sebelum itu Tuhan Yesus telah menanyakan kesetiaan mereka bahkan Simon Petrus dan murid yang lain dengan lantang berkata “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.(Ayat 30).

Namun apa yang terjadi? Ketika Judas Isakrioth, Orang Farisi dan Tentara Romawi datang untuk menangkap Yesus, mereka lari ketakutan dan membiarkan Yesus Seorang diri. Dari perikop ini kita mendapat pengajaran mengenai sikap para murid, meskipun mereka telah memperoleh karunia pengajaran dari Kristus namun mereka gagal.

Tentu melihat orang yang dikasihi akan diperlakukan dengan dengan keji, akan membangkitkan amarah. Seperti yang dilakukan oleh Petrus dengan memotong telinga salah satu Serdadu Romawi. Namun Tuhan tidak menghendaki itu, Ia kemudian memulihkan telinga serdadu itu. Kesulitan dan pergumulan yang berat bisa membuat orang menjadi kalap dan gelap mata, seperti yang dilakukan Simon. Namun Teladan Tuhan Yesus, dalam kesesakan dan penderitaanNya Ia masih berbuat Kebaikan, menyambung telinga yang telah putus.

Para murid yang telah menerima semua pengajaran dari Kristus, semesstinya tidak bersikap seperti itu. Dalam berbagai pengajaran, Yesus Kristus selalu mengajarkan bahwa untuk Mengikut Dia harus rela memikul Salib yaitu lambang penderitaan dan kesediaan untuk  menyangkal diri. Tetapi itu semua tidak mampu membuat mereka menjadi kuat dan mengerti.

Apa yang terjadi dengan pikiran dan hati nurani mereka? Mereka berharap dalam situasi yang sangat sulit ini, Tuhan Yesus bertindak dengan menunjukkan Kuasa dan mengalahkan para serdadu romawi itu, namun ketika itu tidak terjadi seperti apayang mereka harapkan, mereka mulai ragu kepada Yesus, dan mempertanyakan kuasa Yesus. Lazarus saja bisa dibangkitkan, Angin ribut diredakan, Iblis bisa diusir, bagaimana mungkin Yesus bisa menyerah.

   Mengapa itu bisa terjadi?, Mereka tidak memahami apa yang menjadi tugas Kristus datang kedunia, mereka masih terpaku dan hanya fokus kepada Tanda ajaib / mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus.

Yudas Iskarioth gagal dan menyangkal imannya karena kenikmatan dunia dan menjadi penghianat dengan memanfaatkan Pengaruh dan Kuasa Tuhan Yesus untuk kepentingannya sendiri, Simon Petrus dan murid yang lain gagal Imannya oleh karena mereka takut kehilangan nyawanya. Bahkan Pertus sampai menyangkal Tuhan Yesus 3 kali, sebelum akhirnya ia menyesali perbuatannya mengingat apa yang telah dikatakannya sebelumnya.

Selama kita masih hidup didunia ini, kita tidak akan pernah lepas dari berbagai macam kesulitan dan penderitaan. Kita sudah mengikrarkan dan bersaksi iman hanya kepada Kristus.

Bagaimana sikap iman kita, apakah masih percaya dan setia didalam berbagai macam pencobaan hidup?, apakah kita menjadi seperti para murid yang lari meninggalkan Kristus karena takut kehilangan nyawa?, Menyangkal dan meniadakan Kristus seperti Petrus agar selamat? Atau menggadaikan iman kita seperti Judas demi kenikmatan dunia? Ataukah iman dan kesetiaan kita kepada Kristus hanya sebatas mujizat?. Masihkah kita percaya ketika doa kita tidak dijawab atau tidak seperti yang kita inginkan? Mampukah kita seperti Ayub dalam penderitaannya ia berskasi dan berkata “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN! / Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Jahowa do na mangalehonsa, Jahowa do muse mambuatsa * pinuji ma Goar ni Jahowa! Nunga itajalo na tonggi sian Debata, * nda jaloonta dohot na paet?  

 

III. REFLEKSI

Tuhan tidak menjanjikan bahwa mengikut Dia akan bebas dari segala kesulitan tidak menderita, bebas dari penyakit, tidak miskin, justru oleh karena namaNya mengalami banyak penderitaan. Namun didalam kelemahan dan penderitaan yang kita alami, jikalau kita setia kita dapat merasakan dan melihat bagaimana kuasa Tuhan bekerja menyelesaikan setiap persoalan. Menjadi pengikut Kristus, harus mau mengikuti Proses yang telah ditetapkan Kristus. Karena Kristus adalah teladan Iman kita untuk Kesetiaan maka Untuk menjadi setia perlu sikap:

  • 1.   Tetaplah berdoa (I Tesalonika  5:17). Doa adalah komunikasi kita dengan Allah, didalam doa ada pengucapan syukur oleh penyertaan Tuhan, didalam doa juga ada juga permohonan. Kita berdoa, karena Kristus Berdoa. Berdoa adalah cara kita berjaga-jaga untuk tidak masuk kedalam pencobaan oleh karena kesulitan yang kita hadapi. Didalam Doa yang sungguh-sungguh kita berole kekuatan dari Tuhan.
  • 2.    Mendengarkan Suara Tuhan, Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17).
  • 3.      Tunduk dan berserah kepada Kehendak Tuhan, janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki (Mrk 14:36). Seperti Kristus yang tunduk kepada kehendak Bapa,  demikian juga kita tunduk hanya kepada kehendak Nya. Meskipun kita diberi kebebasan dalam doa untuk meminta apa yang kita inginkan dan kehendaki kepada Tuhan, namun Tuhan mengerti apa yang kita perlukan. Dan pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktunya.
  • 4.   Kerendahan hati, seperti Kristus didalam kerendahan hati menuruti Perintah Bapa, demikian juga kita didalam kerendahan hati akan menuntun kita kepada kekuatan Kristus, sehingga beroleh kekuatan sebab jika kita diluar Kristus kita tidak berbuat apa-apa dan mudah jatuh kedalam berbagai pencobaan. Kerendahan hati adalah sikap yang menunjukkan kesadaran dan keterbatasan kita sebagai manusia.
  • 5.      Ketekunan dan berpengharapan, ini mutlak untuk menumbuhkan loyalitas kepada Kristus. Tekun mengerjakan panggilan membuat kita mampu dan tahan uji dan berpengharapan (Rom 5:3-4). Kita bersyukur meskipun doa kita seolah-olah tidak dijawab, tidak mencela meskipun dihina, tidak kecewa meskipun tidak dihargai. Mampu berbuat kebaikan meskipun kesusahan, seperti Kristus yang menyambungkan telinga Serdadu romawi yang putus itu.
  • 6.        Penguasaan Diri, menghadapi persoalan butuh sikap yang bijaksana. Tidak seperti Murid yang menghunus pedangnya. Emosi tidak akan menyelesaikan masalah, namun kebijaksanaanlah yang diperlukan. Dan itu semua bersumber dari Allah, karena Dia lah kebijaksanaan itu.
Tuhan Memberkati, Amin
Pnt. E. Marpaung